Latest Post

Follow Me

SARJANA PSIKOLOGI NYASAR JADI GURU BK

(Oleh Reni Permata Sari)
Dengan semakin berkembangnya zaman menuju ke arah globalisasi, permasalahan pendidikan perlu mendapatkan penanganan yang serius khususnya permasalahan pada anak didik sekarang begitu kompleks dikarenakan kemajuan IPTEK yang begitu pesat, kemajuan IPTEK di satu sisi memiliki segi positif namun ada juga segi negatifnya dan itu sudah menjadi konsekuensinya. Pendidikan harusnya mengacu pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk penanganan aspek kognitif semua guru mata pelajaran bisa melakukannya tanpa terkecuali. Saya yakin itu. Namun bagaimana agar siswa itu tidak hanya unggul dalam aspek kognitif saja tetapi juga pada ke-3 aspek itu (kognitif, afektif dan psikomotorik) itulah yang sangat sulit untuk dilakukan guru BK pada khususnya, untuk itu guru BK harus profesional dan dituntut luwes. Dalam artian serba bisa sehingga guru BK dihargai dimana dia bekerja agar tidak dianggap penjaga gudang sekolah. Sakit bukan makin jika guru BK hanya dianggap penjaga gudang sekolah. Pemerintah kurang begitu memperhatikan, menghargai serta memahamai guru BK sebenarnya itu seperti apa yang dibutuhkan di sekolah. Realitanya di sekolah SMK salah satu di Salatiga dari 630 siswa hanya dipegang oleh 1 guru BK. Itu pun guru BK tersebut masuk ke jam BK hanya di kelas 1 dan kelas 2 saja. Menurut pengakuannya beliau tidak masuk ke kelas 3. Why???. I don’t know. Bagaimana para siswa bisa mendapatkan penanganan khusus seperti bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir???. Hanya guru BK sekolah itu saja yang bisa menjawab. Pada idealnya seharusnya 1 guru BK memegang 100-150 siswa. Apalagi para siswa SMK paling banyak bermasalah dan butuh tenaga ekstra untuk menanganinya. Mengapa bisa terjadi demikian???. Indikasi bahwa kepala sekolah  tidak paham mengenai BK itu sendiri apa dan kendala masalah money khususnya pada sekolah swasta. Yang sangat memprihatinkan lagi yang menjadi guru BK itu sendiri latar belakangnya ada yang bukan dari sarjana S1 BK namun sarjana S1 Psikologi, S1 Teknik Informatika dll. Di sekolah-sekolah kabupaten maupun kota realitanya seperti itu. Bagaimana pemerintah dan kepala sekolah itu berfikir tentang psikologi/BK??? Berfikir sama kah memandang psikologi dan BK. Oh, no!!! Adilkah pemerintah saat ini??? Tahu apa sich pemerintah tentang lulusan S1 psikologi. Sudah jelas bahwa S1 psikologi background  mereka bukan dari pendidikan masih saja mereka bisa jadi guru BK. Enak saja.           
Anehnya lagi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk perekrutan menjadi guru BK itu perlu dipertanyakan, masak untuk menjadi guru BK persyaratannya kualifikasi pendidikan sarjana S1 Psikologi/S1 BK. Dengan persyaratan seperti itu sama saja pemerintah menganggap sarjana S1 Psikologi dan sarjana S1 BK sama dong???. Kalau seperti itu bagaimana dengan nasib para sarjana S1 BK yang bertahun-tahun kuliah di S1 BK dengan 144 SKS dan berjuang mati-matian untuk belajar tentang ke-BK-an???. Nangis darah dong. Perbandingannya, sarjana S1 Psikologi mereka hanya mendapat segelintir beberapa SKS saja tentang mata kuliah BK. Oleh karena itu  berangkat dari pemerintah itu sendiri paham dan tahu BK itu sendiri apa kemudian merubah perekrutan, untuk menjadi guru BK hanya sarjana S1 BK yang diperbolehkan untuk bisa menjadi guru BK tanpa terkecuali. Dengan seperti itu para kepala sekolah di kabupaten maupun kota baru akan paham mengenai BK itu sendiri apa. Menurut penuturan guru besar konseling UKSW Salatiga Prof. Drs. JT. Lobby Loekmono, Ph.d. para lulusan sarjana psikologi UKSW Salatiga ingin untuk mengikuti  PPG BK di UKSW. Mereka mau membayar berapa pun untuk bisa ikut PPG BK. Namun untungnya beliau mampu mempertahankan argumen untuk tidak menerima para sarjana S1 Psikologi tersebut. Beliau berkata “kalau ingin mengikuti PPG BK  kalian harus kuliah lagi jurusan BK dari awal”. “Kasihan mahasiswa saya dong jika kalian bisa ikut PPG BK, bagiamana nanti nasib mereka nantinya kalau saya menerima kalian???”. Untung seperti itu, namun bagaimana jadinya nanti jika sampai sarjana S1 Psikologi bisa ikut PPG BK. Sarjana S1 BK tergusur dong???. Alias tak dianggap. Keberadaan guru BK dalam dunia pendidikan digolongkan sebagai salah satu kualifikasi pendidik yang sejajar dengan kualifikasi guru dan dosen. Hal ini dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6. Guru BK itu sendiri sebenarnya pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling terutama dalam jalur pendidikan formal dan normal. Sudah jelas lagi di dalam kualifikasi akademik untuk ikut PPG BK  dalam satuan pendidikan harus sarjana S1 BK. Jadi maaf ya sarjana S1 psikologi tidak bisa ikut PPG BK ya???. Untuk lebih jelasnya lagi sarjana S1 Psikologi dia hanya mampu melakukan assesment dan alat pengukuran psikologi, mampu mengembangkan dan melakukan intervensi psikologis pada murid, mampu melakukan pelatihan yang diperlukan untuk pengembangan guru dalam menangani murid, mampu melakukan konsultasi yang berkaitan dengan institusi sekolah dan sistem pendidikan yang ada di sekolah, mampu mengembangakan komunikasi yang baik dengan murid dan orang tua murid, mampu mengembangkan relasi sosial dan keterampilan sosial, mampu melakukan penelitian terapan psikologi. Lingkup lapangan pekerjaan para lulusan sarjana S1 Psikologi sebagai psikolog sekolah (bimbingan belajar, play group, TK, SD, SLTP, SMU dan perguruan tinggi), manajer Training and Development dan konsultan pendidikan. Jadi dapat bekerjasama dengan pihak sekolah terkait untuk penyelenggaraan seperti tes bakat, minat dan intelegensi. Sedangkan guru BK itu mempunyai keahlihan dalam melakukan konseling di pendidikan formal maupun non formal. Dengan demikian sangat jelas sekali jika sarjana S1 psikologi tidak bisa menjadi guru BK di sekolah-sekolah dikarenakan mereka hanya ahli dalam penguasaan ahli ukur psikologis dan tidak bisa melakukan konseling. Para lulusan sarjana S1 Psikologi mereka harus membuka tempat praktek kerja sendiri dan paling terpenting lagi background mereka bukan dari pendidikan jadi mereka tidak tahu bagaimana cara mendididik, mengajar dan memberikan bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir kepada para peserta didik.
Sedangkan lulusan sarjana S1 BK mereka bisa bekerja di lingkup pendidikan baik formal maupun non formal, guru BK tahu bagaimana dia mengajar, mendidik dan membimbing para peserta didiknya untuk mengoptimalkan potensi para peserta didik yang berguna untuk dirinya sendiri, lingkungan dan masyarakat umum baik bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Jadi mohon maaf ya para lulusan S1 Psikologi kalian tidak bisa meniti karir seperti kami sebagai guru BK dan untuk ikut PPG BK karena background kita berbeda, kami dari pendidikan sedangkan loe-loe non pendidikan. Jadi jika masih ada guru BK yang dari lulusan psikologi mohon untuk intropeksi diri “Apakah layak atau tidak saya duduk sebagai guru BK di sekolah?”. Terlebih lagi yang melenceng jauh seperti guru olahraga dan guru teknik informatika (TI) yang menjadi guru BK. Dengan adanya para lulusan sarjana S1 non BK yang menjadi guru BK justru hanya akan memperpuruk keadaan dan menambah berat masalah-masalah yang akan timbul pada peserta didik. Sangat disayangkan bila fenomena non lulusan sarjana non BK menjadi guru BK tetap saja terjadi pada saat ini karena itu sama saja mempertaruhkan generasi penerus bangsa ini. Siapa lagi yang akan meneruskan kita nanti jika generasi penerus bangsa ini dididik oleh orang yang tidak tahu cara mendidik. Bagaimanakah moral para generasi penerus bangsa nantinya. Indikasi jika sampai tetap terjadi fenomena lulusan sarjana S1 non BK menjadi guru BK muncullah tindakan yang tidak beradab, dan tindakan amoral generasi penerus bangsa ini. Pertanyaannya masih layakkah mereka menjadi guru BK dengan merebut kedudukan yang sebenarnya harus ditempati  oleh para lulusan sarjana S1 BK?. Jawabannya tidak. Pertanyaan yang ke-2 tindakan amoral yang dilakukan oleh para siswa disebabkan oleh para guru BK yang tak berkompeten alias tidak profesional?. Jawabannya adalah iya. UU yang mengatur tentang kualifikasi dan kompetensi konselor tak sejalan dengan realita yang terjadi. Untuk langkah yang mungkin bisa di lakukan, pemerintah itu sendiri harus menyusun rencana strategis (RENSTRA) yang berpihak pada guru BK, pemerintah juga harus bertindak tegas, pemerintah harus turun langsung ke lapangan melihat realitanya seperti apa kualifikasi akademik guru BK di masing-masing sekolah, kompetensi akademik guru BK itu, berapa guru BK  yang harus dibutuhkan untuk masing-masing daerah dengan diseimbangkan jumlah siswa di masing-masing sekolah. Selain itu Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga harus merubah persyaratan untuk menjadi guru BK dari memiliki kualifikasi akademik sarjana S1 Psikologi/sarjana S1 BK dihapus menjadi memilki kualifikasi akademik sarjana S1 BK. Kemudian kepala sekolah harus mendukung setiap program yang diusulkan oleh guru BK. Guru BK, kepala sekolah, para guru mata pelajaran saling mendukung satu sama lain guna mewujudkan tujuan bersama. Kepala sekolah harus mendukung setiap kegiatan yang menjalin hubungan dengan guru BK yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi guru BK seperti seminar, lokakarya dan MGMP BK. Dengan tidak ada sekat dan larangan pada guru BK, guru BK akan mengalami pengembangan diri. Yang tidak kalah penting dari guru BK itu sendiri benar-benar background pendidikan S1 BK dan harus profesional, luwes, berkompeten dan mumpuni di bidang Bimbingan dan Konseling.
Lulusan sarjana S1 BK harus bersaing dengan lulusan sarjana S1 yang lain. Dengan membuktikan bahwa sarjana S1 BK luwes, serba bisa, mampu bersaing dan berkompeten dibandingkan dengan para lulusan sarjana yang lain. Guru BK juga harus meningkatkan kualifikasi akademiknya melaluli PLPG BK ataupun meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi ke S2 BK agar guru BK berkompenten dan lebih profesional. Umpatan kepada guru BK sebagai penjaga gudang sekolah, polisi sekolah, guru paling killer, tukang bikin kopi dan seksi konsumsi pun pasti tidak akan melekat dalam guru BK tersebut asal guru BK profesional dan berkompenten mumpuni dalam bidang BK. Dengan demikian guru BK tidak akan diremehkan oleh semua orang. Untuk itu mulai dari sekarang para generasi guru BK yang harus merubah guru BK masa lalu dan masa kini menjadi guru BK masa depan yang profesioanal, bermartabat, bermoral dan berkompeten. Kalau tidak mulai dari sekarang kapan lagi???. Say no to graduates psychology, say yes graduates guidence and counseling.
 

Pengertian Bimbingan dan Konseling


Pengertian Bimbingan dan Konseling



     










Bimbingan & Konseling, Bimbingan adalah suatu Proses memberi bantuan (process of helping) terhadap individu agar bisa menerima  & memahami diri & lingkungan sekitarnya, mengarahkan diri, & menyesuaikan diri secara positif & konstruktif terhadap tuntutan norma-norma kehidupan (budaya & agama) sehingga dapat  mencapai kehidupan yang bermakna (bahagia, baik secara personal maupun sosial).”
Bimbingan & Konseling“Proses interaksi antara konselor-konselor dengan klien atau konseli baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka untuk membantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau pun memecahkan permasalahan yang dialaminya.”
  1. Bimbingan adalah Konsep dari kata bimbingan yang berasal dari kata “guidance”. Guidance yang  dalam artian mempunyai pengertian yang sangat luas, sehingga kata guidance di dalam bimbingan pendidikan selalu didefenisikan berdasarkan terhadap sudut pandang dari para ahli serta dengan penerapannya.

Pengertian kita tentang bimbingan untuk lebih jelasnya, berikut adalah kutipan pendapat dari para ahli Sbb :  Tercapainya suatu tujuan dari bimbingan menurut kerja sama yang baik antara sekolah dan staf, yakni kepala sekolah, psikologi, pekerja sosial, dokter, dan guru konselor.Bimbingan ialah sebagai ” proses pemberian bantuan kepada seseorang untuk mengerti masalah dan dunianya” (Process of helping individuals to understand them selves and their word).
Sedangkan di dalam kurikulum tahun 1975, pengertian bimbingan ialah Sbb : Suatu proses bantuan yang diberikan terhadap para siswa/siswi dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan dan kemungkinan-kemungkinan tentang adanya kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dalam rangka perkembangan yang sangat optimal, sehingga mereka pun bisa memahami diri sendiri, bertindak serta bersikap, dan mengarahkan dari yang sesuai dengan tuntutan & keadaan sekolah, serta masyarakat & keluarga. (menurut Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan & Konseling 1992: 40).
Dari defenisi-defenisi diatas, sudah bisa disimpulkan bahwa bimbingan mempunyai beberapa kata-kata kunci dengan bersama arti Sbb :
1.    Tujuan dari bimbingan Sebagai proses untuk hasil yang menemukan dunia dan dirinya sehingga individu bisa memilih, berkembang sepenuh kemampuannya & kesanggupannya, memecahkan permasalahan, merencanakan lalu memutuskan, menyesuaikan dengan secara bijaksana, dan serta bisa memimpin dirinya sendiri sehingga individu bisa menikmati kebahagiaan batin yang sedalam-dalamnya & produktif untuk lingkungannya.
2.    Usaha Bantuan Kegiatan proses bagi menambah, menjelaskan, menyentuh, mendukung, merangsang, mendorong, agar individu dapat bisa tumbuh dari kekuatannya diri sendiri.
3.    Konselor Individual yang sudah ahli dan mampu memberikan bantuan terhadap klien, bisa juga dibentuk ke dalam sebuah tim : kepala sekolah, perawat, dokter, psikologi, dan guru konselor.
4.    Klien pada Individu yang normal yang membutuhkan bantuan untuk proses dalam perkembangannya.

 

CONTOH STUDI KASUS



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam lembaga pendidikan formal tentu mengacu  pada adanya tujuan dari pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan peserta didikanya secara optimal dan mengubah perilaku pserta didik dari hal-hal yang negatif menjadi positif, setiap pihak atau personil disebuah sekolah hampir semuanya mengharapkan para peserta didiknya mampu belajar dengan baik dan hasil dari belajar itulah yang mampu mengubah tingkah laku siswa. Permasalahan yang terjadi dikalangan siswa memang tidak didambakan, dibeberapa media baik itu cetak maupun elektronik kadang kita sering membaca dan mendengar adanya debuah permasalahan yang terjadi dan pelakunya tidak lain adalah siswa. Memang kita sangat berharap hal-hal seperti itu tidak didambakan tapi entah bagaimana sehingga perkelahian, pengeroyokan serta penganiayaan sesama siswa itu kerap terjadi dan hal itu sudah merupakan hal yang sudah tidak lasim lagi dengan kita.
Oleh karena itu dari segi permasalahan yang terjadi di sekolah ini perlu antisipasi untuk mengurangi permasalahan yang terjadi di kalangan siswa karena jika tidak diantisipasi maka dalam dunia pendidikan itu hanya bisa dikategorikan oleh masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang tidak mengfungsikan tanggung jawabnya sebagai pendidik dan juga tidak profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Untuk itu diharapkan kepada para personil sekolah atau yang berwenagng dalam sekolah agar dapat mengatasi atau  memecahkan masalah-masalah yang dihadapi yang terjadi di sekolah dengan harapan agar para siswa juga bisa terbentuk kepribadiannya dengan baik.
Untuk itu penulis melaksanakan studi kasus ini dengan maksud untuk mencari penyebab perilaku yang menyimpang dan hal itu untuk membantu konseli atau siswa untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan perkelahian.

B.     Konfidensial
Untuk melaksanakan suatu program layanan bimbingan dan konseling, maka setiap guru pembimbing atau  konselor harus memperhatikan dan menjalankan asas-asas yang ada dalam bimbingan konseling, itu merupakan kode etik yan gharus diketahui dan berpegang teguh pada asas itu dan asas yang dimaksud yaitu asas kerahasiaan. Oleh sebab itu hasl dari laporan studi kasus ini yang mengenai semua data-data tentang siswa memang secara sengaja tidak dicantumkan dengan jelas data siswa tersebut. Hal ini  bermaksud untuk menjamin kerahasiaan masalah yang dialami oleh siswa yang bersangkutan.
Informasi dan data-data mengenai konseli dalam proses pemberian bantuan juga dirahasiakan dan apabila dalam penyajiaan dari studi kasus ini terdapat kesamaan dengan identitas atau masalah dengan orang lain hal itu hanya secara kebetulan saja.
1.      Identifikasi Konseli
Nama                              :   SP
Jenis Kelamin                 :  Laki- Laki
Tempat Tanggal Lahir    :  Buttakeke, 18 Agustus 1990
Alamat                           :  Jl. Remaja Lr. 1 No 4
Umur                              :  17 Tahun
Agama                            :  Islam
Suku /bangsa                  :  Bugis/ Indonesia

2.      Lukisan  Tentang Konseli
ü  Keadaan Jasmani
Penglihatan        :  Normal
Pendengaran      :  Normal
Tinggi Badan     :  160 cm
Berat Badan       :  50 Kg
Bentuk Badan    :  Sedang
Warna Kulit       :  Kuning Langsat
ü  Penampilan
Ekspresi Wajah  :  Sangar
Pakaian               :  Kurang Rapi
Suara                  :  Besar
ü  Keadaan Keluarga
Nama Ayah                   : MUS
Nama Ibu                       : SR
Alamat Orang Tua         : Jl. Remaja Lr. 1 No 4
Pekerjaan Ayah              : Petani
Pekerjaan Ibu                 : Pedagang
Jumlah Saudara             : 5 orang
Sikap terhadap orang tua: Kurang Baik
Sikap terhadap saudara  : Baik
Tingkat sosial ekonomi  : Sedang
ü  Keadaan Disekolah
Sikap Terhadap Guru     :  Baik
Sikap Terhadap Teman  : Kurang baik
Prestasi                           : Kurang baik

3.      Gambaran Secara Menyeluruh Tentang Konseli
*      Psycal Apperence ( penampilan Fisik )
Sesuai dengan hasil pengamatan terhadap si konseli ini ( SP ) ini, cara berbicaranya kurang sopan, cara berjalannya agak cepat dan tegak, serta penampilannya tidak karuan, perkembangan kesehatannya naik, keadaan tinggi badan dan berat badan stabil. Dilihat dari segi fisik, si konseli nini termasuk tipe anak yang cerewet.
*      Personal Apperence ( penampilan pribadinya )
Dilihat dari kesehariannya, sikonseli ini adalah anak yang sering atau suka mengganggu temannya dan suka berkumpul dengan temannya dikantin dan merokok. Dalam pelajaran, konseli tersebut dapat dikatakan sebagai anak yang suka nerdebat dikelasnya. Namun biasanya dalam mengikuti pelajaran, si konseli ini biasanya keluar masuk tanpa minta izin kepada gurunya. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari temannya, si SP ini sering membuat onar ( sering bertengkar dengan siswa yang lain ) dan bahkan dengan siswa sekolah lain.
Begitu pun hasil wawancara  ( interview ) terhadap salah satu teman dekatnya yang berinisial HM  yang mengatakan bahwa si SP memnag sering membuat onar disekolahnya dan bahkan permag berkelahi dengan siswa sekolah lain.dan temannya juga mengatakan bahwa hal itu trejadi karena pengaruh lingkungannya yang sering bergaul dengan anak nakal yang ada didekat rumahn bahwa hal itu trejadi karena pengaruh lingkungannya yang sering bergaul dengan anak nakal yang ada didekat rumahnya.  
























BAB II
GEJALA DAN ALASAN MEMILIH KASUS

Sesuai dengan hasi pengamatan  melalui wawancara dapat diperoleh beberapa alasan sehingga konseli sering membuat onar disekolahnya dengan gejal sebagai berikut:
v  Konseli dalam proses belajar mengajar sering ribut dan mengganggu temannya.
v  Konseli kurang mampu menyesuaikan dirinya dengan teman maupun pelajaran.
v  Sering berdebat dengan temannya sehingga berujung pada pertengkaran.
v  Konseli sering bergaul dengan anak yang nakal.
v  Kurang komunikasi dengan orang tua dirumah dan guru disekolah.
Berdasarkan dari gejala-gejala itu, maka penulis merasa tertarik untuk mengobservasi lebih lanjut mengenai kasus tersebut. Dan penulis juga merasa tertarik dalam pemilihan kasus ini karena didasari oleh motif tertentu yaitu :
v  Bagi konseli dapat memahami dirinya dan masalah yang dialaminya.
v  Permasalahan yang dialami konseli dapat terselesaikan dan dapat tersalurkan kehal-hal yang positif.
v  Konseli dapat bergaul dan disukai oleh teman-temannyasehingga tidak terjadi lagi perdebatan yang berujung pada perkelahian lagi.
v  Dapat menyesuaikan dengan tata tertib yang berlaku disekolah.







BAB III
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

A.    Pengumpulan Data
Dalam rangka untuk memberikan bimbingan dengan baik pada konseli, maka diperlukan data yang relevan dengan masalah yang dialami konseli guna memenuhi keperluan untuk analisis data ini, untuk itu penulis mencoba menggunakan berbagai metode/ teknik agar dapat memperoleh gambaran yang lengkapdan menyeluruh mengenai tentang diri konseli melalui alat pengumpul data yaitu :
v  Wawancara  ( interview )
v  Observasi  Tingkah Laku Konseli
B.     Penyajian Data
v  Wawancara ( interview )
a)      Wawancara Dengan Guru Pembimbing
Dari hasil wawancara dengan guru pembimbing, si SP  ini sering melakukan onar ( berkelahi denagan temannya dan bahkan dengan siswa sekolah lain.
b)      Wawancara Dengan Teman-Teman Sekelasnya
Si SP dimata teman-temanyaadalah anak yang rajin, cuek, sering tersinggung, suka marah dan bahkan sering bertengkar karena adanya kesalahpahaman.
c)      Wawancara Dengan Konseli Yang Bersangkutan
Si SP  mengatakan kalau dirinya sering bertengkar karena sering diejek dan dihina oleh temannya. Ia sering dikerjain oleh teman-temanya dengan menyembunyikan tasnya dan si SP ini tidak suka diperlakukan seperti itu.

v  Observasi  Tingkah Laku Konseli ( Didalam maupun diluar kelas )
Observasi yang dimaksudkan disini mencakup semua gejala yang ditampilkan oleh konseli selama mengikuti pelajaran dalam kelas, observasi mencakup aspek sikap, perhatian pada saat pelajaran, berikut hasil observasi  yaitu :
a.       Sikap Pada Umumnya
Sikap SP adalah sering cerita saat guru menjelaskan, rebut dan mengganggu teman-temannya.
b.      Perhatian Terhadap Pelajaran dan Guru
Pada saat pelajaran berlangsung, SP biasanya aktif saat ada diskusi tapi kalau guru menjelaskan ia kurang memperhatikannya dan kurang komunikasi dengan gurunya.
c.       Cara Merespon Guru
SP sering mendapat teguran pada saat dia rebut dan biasanya si SP ini biasanya tidak mengaku  bahwa dia yang rebut.
d.      Sikap Konseli Diluar Kelas
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan, si SP ini lebih banyak menghabiskan waktu luangnya bersama teman sejenisnya di kelas lain sehingga SP ini biasanya mengganggu teman kelas lain yang sedang membaca buku dan sedang menulis.  













BAB IV
PROSEDUR PEMBERIAN BANTUAN

A.    Analisis
Berdasarkan data yang telah terkumpul yang telah disajikan pada BAB II,  maka analisis data yang dilakukan berdasarkan data tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai kasus yang ditangani sekaligus untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari proses penanganan kasus siswa tersebut adalah sebagai berikut:
*   Wawancara  ( interview )
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap konseli,  maka dapat disimpulkan bahwa:
·         SP suka membuat onar dan mengganggu temannyasaat pelajaran berlangsung
·         SP sering memukul temannya karena selalu diejek dan dihina.

B.     Sintesis
Adapun faktor pendukung  yaitu :
·         Konseli  termasuk  anak yang rajin kesekolah
·         Konseli berusaha terbuka dan berpartisipasi pada saat diskusi dikelas
Adapun faktor penghambat yaitu :
·         Konseli kurang komunikasi dengan orang tua dirumah dan guru disekolahnya.konseli merasa bebas dalam bergaul denagan anak yang nakal dilingkungannya sehinggaia sering bertengkar dengan siswa.

C.    Diagnosis
Dengan melihat uraian pada analisis data dan sintesis, maka penulis dapa menyimpulkan bahwa masalah yang dialami si SP ini yang disebabkan oleh faktor antara lain yaitu :
*      Sering bergaul dengan anak yang nakal
*      Kurangnya perhatian orang tua terhadap pergaulan anaknya
*      Sering diejek dan di hina oleh temannya
*      Adanya kesalahpahaman antara konseli dan temannya
D.    Prognosis
Dari hasil diagnosis diatas, maka rencana bantuan yang akan diberikankepada konselidalam usaha untuk memecahkan masalahnya yaitu :
*      Bantuan  konseling psikoanalisis dengan teknik asosiasi bebas
*      Bimbingan sosial
*      Pemberian informasi tentang cara bergaul dengan baik

















BAB  V
PEMBERIAN BANTUAN DAN EVALUASI

A.    Pelaksanaan Pemberian Bantuan
Dalam usaha pemberian bantuan tentu dilaksanakan dengan tidak begitu saja, oleh karena itu perlu adanya perencanaan meskipun dalam pelaksanaanya. Dan tidak semua bantuan yang diberikan dapat terlaksana dengan baik karena adanya kendala serta rintangan yang menghambat.
Adapun beberapa usaha bantuan yang dapat diberikan pada konseli yaitu :
*               Bantuan Konseling dengan  teknik asosiasi bebas untuk membantu konseli membuka pikiran dan untuk menggali pengalaman-pengalaman masa lalu  yang tidak disadari oleh konseli. Tujuannya adalah untuk membimbing konseli dengan mencari penyebab perilakunya  serta membuka pikiran yang tidak disadari menjadi sadar akan penyebabnya.
Adapun cara pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
1)          Konselor menjelaskan proses dengan teknik asosiasi bebas
2)            Memberikan kata pancingan lebih dari satu yang sesuai dengan masalah  yang dihadapi oleh konseli
3)            Jika konseli sudah mengucapkan kata pancingan, maka konselor mencoba lagi memberikan kata pancingan dan jika konseli mengucapkan kata yang berulang kali maka konselor mencoba menanyakan tentang kata yang sering diucapkan.
4)            Konselor menawarkan diri untuk menyalurkan masalahnya itu misalanya yang sering berkelahi maka akan disalurkan ke klub tinju
5)            Jika konseli setuju, maka konselor memulai melakukan bantuan dengan menunjukkan club tinju  misalnya
6)            Memonitoring kegiatan konselii apakah sering mengikuti latihan tinju atau tidak

*          Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial ini bertujuan untuk membantu konseli dalam mengatasi masalah- masalah yang berhubungan dengan aspek konseli, disamping konseli sebagai individu, masalah juga mempunyai aspek social yang perlu diperbaiki yaitu hubungannya dengan teman-temannya. Yang perlu diberikan dalam bimbingan social adalah dengan memberikan kesempatan pada konseliuntuk berhubungan  atau bergaul dengan temannya kegiatan ini membantu konseliuntuk dapat bergaul dengan baik dengan teman-temannya agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman yang berujung pada perkelahian.
*            Pemberian informasi tentang cara bergaul dengan baik dengan memberikan informasi tentang cara bergaul dan memilih lingkungan yang baik. Informasi ini berupa pepenjelasan mengenai cara memilih lingkungan yang sesuai dengan konseli misalnya lingkungan tempat tinggalnya kebanyakan anak yang nakal dan peminum, maka diberikan penjelasan dan pengertian bahwa lingkungan pergaulan itu akan merusak diri konseli. Sehingga konseli  bisa memilih pergaulan yang baik.

B.     Evaluasi
Setelah memberikan bantuan kepada konseli  baik berupa layanan konseling maupun pemberian layanan informasi, maka dapat disimpulkan segi keberhasilan dan ketidakberhasilan pelaksanaan bantuan yang diberikan.
Dari segi keberhasilannya:
·               Konseli menyadari akan perilaku yang telah dilakukan dan mengharapkan bantuan layanan konseling ini.
·               Konseli cukup terbuka dalam mengemukakan masalah dan perilaku konseli
·               Konseli menyadari kesalahan dan kelemahannya, dan ia ingin memperbaikinya terutama dalam lingkungan social di sekolahnya.
Dari segi ketidakberhasilannya:
         Mengingat keterbatasan waktu yang diberikan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, sehingga masih terdapat beberapa kekurangan kegiatan, yaitu penulis belum memberikan layanan konseling secara mendalam. Akan tetapi, penulis sudah memberikan usaha yang sangat maksimal demi kelancaran dari kegiatan studi kasus ini.


BAB VI
PELIMPAHAN TIDAK LANJUT

         Untuk mencapai hasil yang maksimal terhadap usaha bantuan dalam bentuk pelimpahan dan tindak lanjut ini diperlukan untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan atas kemajuan konseli nantinya, berhubungan dengan keterbatasan waktu maka penulis dalam melaksanakan tugas mata kuliah studi kasus ini. Maka dalam kegiatan ini sangat diharapkan peranan dari pihak konselor dan orang tua siswa untuk memberikan perhatian yang lebih intensif dan berkesinambungan kepada konseli. Untuk itu penulis mengharapkan masing-masing kepada:
1.      Guru pembimbing atau konselor di sekolah senantiasa memperhatikan perkembangan konselinya khususnya pada saat konseli berada di lingkungan sekolah, mengamati lebih lanjut, perkembangan kemajuan bukan hanya perhatian pada pelajaran tetapi juga pergaulan siswa yang bersangkutan.
2.      Guru pembingbing dan orang tua konseli membina hubungan kerja sama yang baik sehingga konselor akan lebih mudah memperoleh informasi tentang konseli di rumah dan begitupun sebaliknya. Konselor dapat memberikan informasi mengenai keadaan konseli di sekolah kepada orangtuanya agar dapat mengetahui kondisi anaknya pada saat berada di lingkungan sekolah.
3.      Diharapkan kepada orang tua agar lebih memnatau anaknya serta senantiasa memberikan nasihat kepada anaknya dalam memilih teman dalam bergaul agar si anaknya ini tidak lagi sering bertengkar sehingga perlu adanya komunikasi yang baik antara orangtua dan anaknya.
4.      Konseli yang bersangkutan diharapkan agar dapat mengembangkan potensi yang di milikinya dan mampu bergaul dengan temannya, sehingga tidak terjadi lagi pertengkaran dan hendaknya bila mendapatkan masalah disarankan unutk berkonsultasi dengan konselor atau wali kelasnya.


BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A.                Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan studi kasus yang dilaksanakan untuk mengetahui penyebab siswa melakukan perilaku menyimpang dan cara mendapatkan informasi dapat dilakukan dengan metode wawancara ( interview ) dan observasi tentang tingkah laku konseli. Adapun prosedur pemberian bantuan yang diberikan kepada konseli yaitu:
Ø  Bantuan konseling dengan teknik asosiasi bebas
Ø  Bimbingan sosial
Ø  Pemberian informasi tentang cara pergaulan yang baik
B.                 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada guru pembimbing dan orang tua konseli yaitu:
Ø  Kepada guru pembimbing yang ada di sekolah sebaiknya memperhatikan perkembangan siswa baik dari segi pergaulan dan tingkah laku sisawa saat berada dilingkungan sekolah.
Ø  Kepada orang tua siswa seharusnya memperhatiakn pergaulan anaknya dirumah dan menasehati anaknya serta menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan anknya.











DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, S. & Manrihu, T. 1996. Teknik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Daruma, A. Razak Dkk. 2002. Studi Kasus. Makassar: FIP Universitas Negeri Makassar.
Prayitno, & Amti Erman. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta
 

Iklan

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Bimbingan & Konseling - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger