Pemahaman Tentang Irama Kehidupan Fluktuatif
A.
Pengertian fluktuatif kehidupan
Istilah usang yang masih terus berlaku sampai saat
ini, bahwa hidup itu bagaikan roda. Ia kan berputar tiap saatnya. Lalu
menghadirkan banyak peristiwa. Perubahan. Sesuatu yang berbeda. Tidak biasa.
Tidak pernah diduga. Dan tidak dipersiapkan sebelumnya. Nah itu mungkin yang
salah, “tidak dipersiapkan sebelumnya”.
Tidak enak, menghadapi sesuatu tanpa pernah men-setting-nya
terlebih dahulu. Jadi yang harus dipersiapkan adalah persiapan menghadapi
putaran roda, tidak lantas mengandai-andai. Begitu seharusnya.
Fluktuasi dalam hidup atau biasa disebut dengan motion
of life, adalah setiap keadaan yang selalu dialami, perubahan, gerak-gerik baik
fisik maupun jiwa dalam hidup seseorang. Bahwa hidup adalah senantiasa berubah,
tidak ada konstantitas di dalamnya. Tidak ada bayi yang akan senantiasa menjadi
bayi selamnya, lambat laun ia akan menuju kedaan setelahnya, ia akan tumbuh
menjadi bayi yang tadinya masih kecil akhirnya membesar dan membesar, menjadi
seorang remaja, akhirnya ia akan menjadi dewasa.
Titik tekan yang kami maksudkan di sini bukanlah pada
keadaan bahwa manusia dari bayi menjadi dewasa itulah hidup, namun proses yang
senantiasa berubah itulah yang dinamakan hidup itu. Sehingga nanti pada
akhirnya, yang hidup ini belum tentu hidup, namun sekedar hidup karena dalam
hidupnya ia tidak ada motion of life ini.
Mari kita menuju definisi “hidup” yang hendak kita pahami
di sini. Misalnya pedagang dengan barang jualannya yang laris, ialah bakso yang
ia jual. Setiap hari ia berjualan bakso tersebut, mulai sore hari ia menyiapkan
barang-barang untuk keperluan jualan besok hari, malam harinya ia mengerjakan
pembuatan baksonya. Paginya ia berangkat, sampai di lokasi ia membuka tempat
jualannya tersebut, hingga seharian dilaluinya–dan baksonya selalu habis
terjual. Namun apakah yang demikian adalah suatu usaha yang hidup ? Maka
jawabnnya belum tentu. Ia akan hidup apabila tujuan berjualannya ialah bukan
semata-mata hanya untuk mendapatkan hasil untuk keperluan yang konstan.
Maka usaha yang demikian akan hidup apabila beriringan
dengan waktu, sebagai hasil, ia akan berubah pula, dalam artian ada
perkembangannya. Inilah yang dimaksud dengan hidup yang positif. Sementara
dalam hal sebaliknya, apabila ia justru menuju kearah kebangkutan, maka inipun
juga dinamakan hidup, namun hidup yang dalam kapasitas yang negatif.
Demikianlah hidup. Bahwa hidup tidaklah konstan, hidup tidaklah tetap. Harus
ada inovasi baru, dan hal-hal yang baru yang dilaksanakan dengan pengibaratan
yang nyata: “sekarang lebih baik daripada kemarin dan besok lebih baik daripada
hari ini..”, itulah salah satu tanggapan yang merupakan konsep hidup positif.
Dalam hal ini pun lagi-lagi kita dapati bahwa seungguhnya kita megerti bahwa
hidup adalah senantiasa berubah.
Sekarang apabila kita analisis di dalam hidup ini,
dengan dasar pemahaman kita di atas bahwa hidup akan senantiasa berubah, maka
kita tidak heran apabila kita mendapati apa pun yang ada pada diri kita
berubah. Sehingga kita akan mendapati diri kita dalam keadaan semangat juga
keadaan tidak semangat.
Semangat dan tidak semangat ini pun merupakan sebuah
keadaan yang terwujud karena merujuk bahwa kita benar-benar hidup. Maka
keberadaan keadaan atau state semangat dan tidak semangat ini merupakan hal
mutlak pada diri setiap orang yang hidup. Sehingga seharusnya kita tidak
menyalahkan diri kita, tidak menyalahkan orang lain oleh karena identitas diri
kita. Maka sesungguhnya manusia yang berakal dengan berbekal kemampuan ia
justru bisa menggunakan dua keadaan tersebut. Selalu menjaga kesemangatan dalam
hidup itulah yang dimaksud sebagai salah satu pengertian perjuangan.
Sesuai dengan yang telah kami jelaskan sebelumnya
bahwa manusia mendapati dua macam keadaan yang senantiasa berpasang-pasang di
dunia ini. Dan dengan kemampuannya pula ia bisa memilah mana yang sebaiknya
dari perlawan-perlawanan dari dua keadaan yang berpasangan tersebut yang baik
untuk diambil.
B.
Ciri-ciri kehidupan yang fluktuatif
Tidak ada yang menyangkal, akan benar adanya bahwa
hidup ini memanglah bersifat tidak tetap ( fluktuatif ). Kadang kita merasa
bahagia, kadang juga merasa sedih. Kadang bangga, terkadang juga minder. Kadang
menangis, kadang tertawa. Terkadang merasa berkecukupan dan kadang merasa
kekurangan. Namun tidaklah banyak di antara kita yang mengetahui harus
bagaimana menghadapi sifat hidup tersebut.
C.
Cara memahami irama kehidupan yang fluktuatif
Ada dua senjata untuk menghadapi kondisi kehidupan
yang fluktuatif ini. Sabar dan syukur. Sabar jika tertimpa hal yang kurang
baik, dan bersyukur jika mendapat nikmat dari Tuhan. Jadi, sebagai manusia,
kita haruslah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan berusaha memegang
kuat dua senjata tersebut di dalam hidup ini. Agar di berbagai kondisi apapun
kita akan mendapatkan kebaikan berupa pahala, baik dalam keadaan senang ataupun
susah, baik dalam keadaan berbahagia maupun sedang bersedih.
Remaja dalam Fluktuasi Era Global
Dewasa ini, kemajuan teknologi dan komunikasi telah
banyak mempengaruhi kehidupan berbangsa dan berbudaya. Globalisasi, sebagaimana
diungkapkan merupakan suatu yang tak dapat ditolak kedatangannya selain juga
tak pernah kita undang kehadirannya. Globalisasi hadir bersamaan dengan
perubahan. Kita sebagai bagian dari proses ini, mau tak mau harus siap dengan
adanya perubahan tersebut. Dalam era globalisasi ini, dapat dikatakan bahwa
dunia makin kecil dan sempit sehingga hubungan antarbangsa dan negara makin
dekat, komunikasi dan transportasi semakin cepat dan saling mempengaruhi.
Dengan demikaian, globalisasi membawa pandangan baru tentang konsep ”Dunia
Tanpa Tapal Batas” yang akan membawa kepada perubahan-perubahan baru. Derasnya
arus informasi yang terbawa, menjadikan kita-masyarakat indonesia pada berbagai
kalangan umumnya,serta remaja khususnya- harus mampu memilih dan memilah yang
baik dan yang buruk. Remaja dalam hal ini, merupakan sasaran empuk fluktuasi
zaman yang dengan mudah dapat terbawa labilnya arus globalisasi.
Serangan-serangan budaya luar misalnya,dapat dengan mudah mereka terima. Hal
ini menjadikan remaja kehilangan jati diri mereka sebagai anak timur atau anak
tanah air. Krisis kebudayaan menjadikan remaja yang seharusnya merupakan pemegang
masa depan bangsa seolah tak perduli dengan keadaan bangsanya sendiri. mereka
jauh lebih disibukkan dengan hal-hal lain yang tak penting. Rasa cinta terhadap
bangsa dan budaya sendiripun kian memudar, padahal ada banyak kebudayaan milik
kita yang justru dikagumi dan bahkan ingin dimilikil oleh bangsa lain. Begitu
sedikit mereka, remaja indonesia, yang ingin belajar atau setidaknya
menngetahui budayanya sendiri. Indonesia sebagai orang timur, harusnya
menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan tata krama. Remaja kini mulai
terpengaruh,berpakaian yang tidak sepantasnya, pesta, minum-minuman berakohol
dan yang lainnya, adalah bukan budaya kita. Memang globalisasi tidak melulu
memberikan pengaruh buruk, ada juga hal baik yang ia tawarkan. Kita dapat mengetahui
dan belajar budaya-budaya luar serta mengambil sisi-sisi positif dari hal
tersebut. Tapi itu juga bukan berarti kita menanggalkan budaya kita sendiri dan
hanya berkiblat pada budaya luar. Kita tak akan mampu menghadapi globalisasi
jika tak dapat mempertahankan landasan kita,pegangan kita, yaitu
remaja,orang-orang yang akan menduduki entah itu kursi legislatif,eksekutif
atupun yudikatif lima atau sepuluh tahun yang akan datang. Dalam pidatonya,
Soekarno,sang proklamator sekaligus presiden pertama kita,pernah mengatakan
“berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mampu mengubah dunia” Kita sebagai
remaja seharusnya mengisi waktu-waktu muda ini dengan hal-hal yang bermanfaat.
Kitaharus buktikan bahwa globalisasi takkan pernah mampu mematikan semangat
merah putih. Budaya kita,kitalah yang harus menjaga dan menghargainya. Jangan
pernah tanyakan apa yang telah negara lakukan untuk kita,tapi tanyakanlah apa
yang bisa kita lakukan untuk negara kita.
Robertus Dedy K, S.Pd Guru BK
Fransiska Puspita Dewi, S.Psi
Apabila kita dapati pemahaman yang luas, maka terhadap
segala kita tidak akan bisa menjustifikasi kebenarannya. Begitu pula dengan apa
yang akan saya maksudkan di sini. Yakni pengertian hidup. Ada yang mengata
bahwa hidup adalah pengorbanan. Ada pula yang menyata bahwa hidup adalah
perjuangan, hidup adalah realita, hidup adalah bekerja, hidup adalah beribadah,
hingga ada juga yang mengatakan bahwa hidup adalah takdir.
Nah, untuk pengata yang terakhir kiranya di sini
(hidup adalah takdir) merupakan paham yang sangat riskan terhadap eksistensi
dan perubahan yang dilakukan seseorang. Kenapa demikian?
Yang jelas dengan sepenuhnya apabila seseorang percaya bahwa segala sesuatunya telah ditentukan–dipaketkan oleh tuhan maka manusia tidak punya daya apa-apa dan selanjutnya manusia tidak akan berusaha, semata-mata hidup telah ditentukan segala perubahan–motionnya–semua oleh tuhan. Sedang apabila seseorang percaya sepenuhnya bahwa manusia berkuasa atas setiap fiil yang telah, akan, dan sedang dilakukannya maka inipun akan mengingkari adanya kekuatan-kekuatan agung yang ada dan yang pada kenyataannya kita secara kosmik patuh di dalam aturannya. Semisal; kita (manusia) hidup di planet bumi ini, dan bumi bertempat di tatanan tata surya berderetan dengan rapinya mulai matahari, merkurius, venus, bumi, mars, jupiter, saturnus, uranus, neptunus hingga pluto…(yang sekarang dikata bukanlah termasuk dalam jejeran planet, tapi sekedar benda angkasa..)
Yang jelas dengan sepenuhnya apabila seseorang percaya bahwa segala sesuatunya telah ditentukan–dipaketkan oleh tuhan maka manusia tidak punya daya apa-apa dan selanjutnya manusia tidak akan berusaha, semata-mata hidup telah ditentukan segala perubahan–motionnya–semua oleh tuhan. Sedang apabila seseorang percaya sepenuhnya bahwa manusia berkuasa atas setiap fiil yang telah, akan, dan sedang dilakukannya maka inipun akan mengingkari adanya kekuatan-kekuatan agung yang ada dan yang pada kenyataannya kita secara kosmik patuh di dalam aturannya. Semisal; kita (manusia) hidup di planet bumi ini, dan bumi bertempat di tatanan tata surya berderetan dengan rapinya mulai matahari, merkurius, venus, bumi, mars, jupiter, saturnus, uranus, neptunus hingga pluto…(yang sekarang dikata bukanlah termasuk dalam jejeran planet, tapi sekedar benda angkasa..)
Maka, akankah dengan pengetahuan kita mengenai adanya
kekuatan yang mana kita tunduk didalam aturannya tersebut tetap membuat kita
bersikukuh berpandangan bahwa manusia dan fiilnya adalah kuasa atas segala yang
dilakukannya.
Sehingga pelajaran yang penting yang kita peroleh
darinya adalah bahwa kita, manusia tidak harus pada sisi terluar pada kedua
ekstrim pendapat tersebut. Karena hal demikia, secara geometris saja apabila
kita membayangkannya tidaklah berposisi pada keadaan yang seimbang. Maka
hendaknyalah kita mendapati maqam yang kita duduki pada keadaan yang seimbang,
hingga kita pelajari–pahami paham keduanya di atas dan kita dapati diri kita
tidak terkecoh pada posisi stagnan yang gelap dari salah satu sisi ekstrim
keduanya.
Apa yang saya katakan di atas hanya sekedar sebagai
pengantar bahwa setiap benar-benar tidak akan bisa mengatakan bahwa dirinya
adalah yang terbenar. Terlepas dari itu semua, bahwa dengan sudut pandangnya
yang berlainan dari mana seorang manusia menyikapi dan menilai suatu persoalan.
Ya sejauh itulah ia akan menyimpulkan dan ia akan mendapatkan kebenaran yang apabila
ia benar-benar mendayakan segenap akal pikir budinya maka harapan besar bahwa
ia akan mendapati kebenaran sejauh mungkin alias dengan epsilon mendekati
enol.aya pun sekarang, dengan demikian Anda paham bahwa,
D.
Cara mengantisipasi Fluktuasi Kehidupan Remaja
Saat anak-anak mulai memasuki usia
remaja, pengakuan akan eksistensinya menjadi satu kebutuhan tersendiri. Dan di
saat yang bersamaan, usia remaja juga ditandai dengan perubahan fisik, emosi,
dan kondisi sosial yang tidak jarang membuat kecemasan bagi kehidupan remaja
itu sendiri.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh remaja dalam
menghadapi hidup yang bersifat fluktuatif? Banyak hal yang bisa kita lakukan,
karena Prevention menemukan, setidaknya ada 5 wilayah penting yang harus
dilalui remaja. Apa sajakah itu…
1.
Usia remaja adalah usia penuh ekspektasi.
Pada usia peralihan ini, remaja selalu ingin diakui.
Bagi mereka, pengakuan ini membuat mereka belajar mendefinisikan apa yang
mereka dan sekitarnya mau. Karena itulah peran serta orang tua seharusnya bisa
menjadi panduan apa saja bagi ekspektasi yang harusnya mereka penuhi untuk
kebahagiaan mereka dan sekitarnya.
2.
Energi penuh untuk beraktivitas.
Usia remaja juga ditandai dengan keinginan untuk aktif
di berbagai kegiatan. Dan kegiatannya bukan hanya yang bersifat fisik tapi juga
mental. Mereka butuh berinterkasi dengan banyak teman-temannya. Maka ketika
mereka hanya puas menonton televisi sambil mengunyah tak henti, ini bisa jadi
tanda bahwa mereka tengah mengalami masalah.
Karena ketika lingkungan pertemanannya tidak menerima
keberadaanya, yang pertama kali akan dilakukan remaja adalah menghindar. Menurut
Dr. Ruth Peters, penulisnbuku Laying down the Law : The 25 Laws of Parenting,
orang tua harus bisa membaca setiap perubahan yang terjadi. Inilah yang
nantinya akan membuat kita mendeteksi setiap masalah yang terjadi pada remaja
kita.
Ingatlah energi pada usia remaja sangat berlebih, Peters
pun menyarankan kita untuk memberikan kebebasan pada anak-anak remaja kita
mengikuti berbagai aktivitas positif. Pada saat mereka dewasa, berinterkasi
dengan sekitar dan mengembangkan skill yang dimiliki bukanlah hal yang sulit
untuk dilakukan.
3.
Kenalkan mereka pada indahnya berempati.
Dengan mengenalkan rasa ini, kita akan mengajarkan
mereka betapa pentingnya menghargai seseorang dengan merasakan apa yang mereka
alami. Sebab anak remaja kita akan
sangat digoda untuk menjadi populer di antara teman-teman sebayanya. Dan cara
untuk menjadi populer ini sangat banyak, mulai dari menonjolkan materi yang
dimiliki orang tua sampai menjadi anak yang selalu membuat masalah.
Agar konsep menjadi populer dipersepsikan dengan cara
yang benar, kita harus mengenalkan konsep menghargai orang lain dengan rasa kasih
adalah sama dengan menghargai diri sendiri. Persepsi ini akan terbentuk dengan
baik, ketika mereka merasaka sendiri bagaimana nikmatnya berbagi dengan
sekeliling. Ajaklah mereka untuk ikut melakukan aksi sosial bersama dengan
orang tuanya.
4.
Bentuklah komunikasi dengan peluang dialog yang terbuka lebar.
Meskipun susah bagi anak remaja untuk mengakui orang
tuanya adalah orang terpenting dalam hidup mereka, jauh di dalam hati mereka
tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kita. Itu
mengapa tidak akan ada manfaatnya jika kita terus menjadi “musuh” bubuyutannya.
Ajaklah mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka
rasakan dan pikirkan terhadap situasi yang tengah dihadapi. Kadang kala dalam
situasi yang sangat santai, mereka akan bercerita panjang lebar. Itu artinya,
luangkanlah waktu bersama walaupun sekedar bersepeda atau jalan pagi
bersama.
5.
Berikan kepercayaan untuk menjadi mandiri.
Yang membuat anak-anak kita tidak sabar menjadi dewasa
adalah kebebasan mereka untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Hanya
saja, orang tua sering kali menganggap anak-anak mereka tetap menjadi anak-anak
seberapa pun usia mereka bertambah. Padahal keberanian untuk memutuskan sesuatu
yang terbaik bagi dirinya adalah salah satu cara
mempertahankan diri.
Maka ketika remaja kita bisa memilih teman yang memang
baik bagi perkembangan fisik dan psikisnya, jangan coba intervensi. Tapi ketika
teman-temannya sekelilingnya lebih mengajak dia untuk menikmati hidup dengan
kesenangan yang salah, kita harus turun tangan. Yang perlu diingat, kita hanya
menyadarkan mereka dengan objektif. Jangan buat mereka trauma memilih yang
terbaik bagi dirinya sendiri.
6.
Sesekali biarkan mereka menjadi anak-anak kembali.
Peters menjelaskan, sebenarnya saat anak remaja kita
mengalami satu kegagalan, mereka masih menyimpan jiwa
kekanak-kanakan. Mereka ingin dimengerti dan perhatikan
sebagaimana mereka kecil dulu, karena momen seperti itulah mereka
merasakan kehagatan orang tua. Berikan mereka romantisme itu dan semangati
mereka untuk kembali menjadi remaja dewasa melalui pengalaman
FLUKTUASI DALAM HIDUP
Pengantar
Kerukunan pasti terkait dengan keteraturan social atau
social order. Di dalam diskursus ilmu social, maka keteraturan social merupakan
suatu hal yang sangat mendasar di dalam kehidupan ini. Bahkan begitu pentingnya
keteraturan social tersebut maka di dalam salah satu asumsinya dinyatakan bahwa
social order merupakan bagian penting di dalam kehidupan ini.
Hampir tidak didapati suatu masyarakat yang tidak
mendambakan kerukunan itu. Kerukunan merupakan bagian yang sangat penting di
dalam membangun peradaban. Semua peradaban yang sangat maju di dunia ini
pastilah dibangun di dalam suatu masyarakat yang berada di dalam keteraturan.
Bangunan-bangunan yang hingga sekarang masih berdiri megah, seperti Candi
Borobudur, Bangunan Taj Mahal, Piramida di Mesir dan sebagainya pastilah
dibangun di dalam suatu masyarakat yang negaranya dalam keadaan teratur atau
kerukunan.
Di dalam suatu masyarakat yang rukun, maka pembangunan
akan dapat dilakukan secara maksimal. Untuk persoalan pembangunan masyarakar, maka
saya berpendapat bahwa kerukunan tentu menjadi prasyaratnya. Jika masyarakat di
dalam suatu keadaan konflik, maka pasti tidak akan dapat dilakukan pembangunan.
Bahkan andaikan masyarakat tersebut sudah melakukan pembangunan dan kemudian
terjadi konflik yang berakibat pada kerusakan fisik, maka akan terjadi proses
pembalikan sejarah. Artinya, pembangunan yang sudah dilaksanakan tersebut akan
kembali ke keadaan puluhan tahun sebelumnya.
Konflik di daerah seperti di Ambon atau Poso, maka
akan mengembalikan dua daerah tersebut dalam keadaan seperti 30-40 tahun yang
lalu. Hal ini tentu disebabkan oleh kerusakan yang diakibatkan oleh konflik
yang berkepanjangan. Makanya konflik yang bercorak fisikal akan menjadikan
kerusakan ketimbang dinamika social yang tinggi.
Disebabkan oleh keteraturan social yang berupa
kerukunan menjadi prasyarat pembangunan masyarakat, maka menjaga kerukunan
tentu merupakan suatu hal yang wajib dijaga bersama dalam situasi apapun. Di
dalam hal ini, maka membangun kerukunan di tengah dunia yang plural dan
multicultural merupakan keniscayaan yang mesti dilakukan.
Pluralism
Kehidupan manusia sesungguhnya merupakan sekumpulan
orang yang masing-masing memiliki kecenderungan, kepentingan dan keinginan yang
berbeda. Selain itu juga manusia memiliki ciri khas yang sangat unik yaitu
berbeda antara yang satu dengan lainnya. Perbedaan itu bisa berasal dari
suku, agama, ras dan antar golongan atau yang disingkat SARA.
Pluralitas (keragaman) adalah bagian dari kehidupan
ini. Bahkan dinyatakan sebagai sunnatullah. Tuhan memang telah menciptakan
manusia dengan berbagai variannya. Ada varian etnis, suku, agama, golongan dan
kelompok. Bahkan juga pluralitas ekonomi, pendidikan, social, budaya dan
sebagainya. Semua memberikan gambaran bahwa dunia ini memang diciptakan dalam
kenyataan yang plural atau beragam.
Kata plural berarti untuk menunjuk pada sesuatu yang
lebih dari satu. Jika dikaitkan dengan penggolongan atas manusia, maka akan
dijumpai suatu kenyataan bahwa manusia memang bergolong-golongan. Ada etnis
kaukasoid, etnis mongoloid, negroid dengan varian-varian tambahannya. Kulitnya
saja juga bervariasi. Ada yang kuning, ada yang hitam ada yang coklat dan
sebagainya. Bahkan berkat perkawinan silang antar etnis, maka muncullah etnis
baru. Misalnya di Amerika Serikat muncul etnis Browning America yang merupakan
hasil persilangan etnis antara kulit putih dengan kulit coklat. Persilangan
khas Amerika utara dengan Amerika Latin.
Pluralisme dalam pandangan kaum agamawan, dinyatakan
bahwa pluralism merupakan salah satu kata yang ringkas untuk menyebut sesuatu
tatanan dunia baru di mana perbedaan budaya, system kepercayaan, dan
nilai-nilai yang perlu disadari agar warga negara terpanggil untuk hidup
berdamai dalam perbedaan. Di dalam konteks ini, maka di dalam kehidupan
ini dibutuhkan adanya saling pemahaman akan koeksistensi, hidup dengan saling
menghargai dan mengakui.
Pluralism juga bisa digunakan untuk menggambarkan
dimensi politik. Yaitu pandangan bahwa di dalam pluralism politik, terdapat
enam proposisi yang mendasar ialah: 1) individu terwakili dalam beberapa unit
kecil pemerintah, 2) penyelenggaraan pemerintahan yang tidak representattif
menimbulkan kekacauan, 3) masyarakat terdiri dari berbagai asosiasi keagamaan,
kebudayaan, pendidikan, profesi dan ekonomi yang berdiri sendiri, 4)
asosiasi-asosiasi ini bersifat sekarela di mana tidak ada keharusan bahwa semua
orang harus berafiliasi pada satu asosiasi saja, 5) kebijakan umum yang
diterima dan mengikat adalah hasil interaksi bebas antarasosiasi, 6)
pemerintahan public wajib mengakui dan bertindak hanya kesepakatan kelompok.
Yang sangat menarik untuk dikaji tentu saja adalah
pluralism agama. Kata ini merupakan terminology filsafat yang mencakup empat
hal, yaitu: 1) monism ialah pandangan yang menyatakan bahwa “Yang Ada” hanyalah
satu, yang serba spirit, serba roh dan serba ideal. Dualism berpendapat bahwa
“Yang Ada” terdiri dari dua hakikat, materi dan roh. Pluralism beranggapan
bahwa “Yang Ada” itu tidak hanya terdiri dari materi dan roh atau ide,
melainkan terdiri dari banyak unsur. Agnotisisme beranggapan bahwa manusia
tidak memiliki kesanggupan untuk mengetahui hakikat materi maupun rohani
termasuk juga yang mutlak dan transenden.
Pluralism keagamaan merupakan pandangan yang
menyatakan bahwa: 1) kebenaran yang diakui oleh setiap aliran (agama) bersifat
nisbi, dengan kata lain, bahwa tidak ada kebenaran tunggal, 2) kebenaran yang
diakui oleh setiap aliran memiliki nilai yang sama dan tidak satupun berada di
atas lainnya. 3) aliran keagamaan harus diperlakukan sebagai entitas
eksistensial mandiri yang mengannut pandangan filsafat dan system nilai sendiri
yang dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk dan tradisi.
Selain kata pluralisme, maka juga dikenal konsep
multikulturalisme. Menurut Bikhu Parekh, bahwa multikulturalisme mengangkut
tiga hal, yaitu: 1) manusia secara cultural dilekatkan dalam posisi bahwa
mereka tumbuh dan hidup dalam dunia yang terstruktur secara cultural,
mengorganisasikan kehidupan dan hubungan-hubungan social menurut system makna,
memposisikan nilai yang besar tentang identitas cultural mereka. 2)
kebudayaan-kebudayaan yang berbeda mencerminkan system makna dan pandangan
tentang jalan hidup yang baik. Setiap kebudayaan merupakan system makna yang
dijadikan sebagai pedoman oleh mereka masing-masing. Di dalam hal ini, maka
keunikan, kecirikhasan dan manifestasi kebudayaan yang satu dengan lainnya
merupakan sesuatu yang sangat wajar. Makanya, setiap kebudayaan tidak bisa
disepadankan sebagai mana yang lebih baik. 3) semua kebudayaan kecuali yang
paling primitive secara internal bersifat majemuk dan mencerminkan sebuah
percakapan berkelanjutan antara tradisi dan rangkaian gagasan mereka yang
berbeda-beda.
Membangun Kerukunan
Bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hak ini termasuk bagian yang disebut
sebagai freedom to be. Di dalam freedom to be, maka negara sama sekali tidak
boleh untuk ikut campur, misalnya tentang sebutan tentang Tuhan, Nabi, Kitab
Suci dan sebagainya. Selain itu, negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan Pemerintah berkewajiban melindungi
setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama & ibadat.
Tetapi negara memiliki kewenangan untuk mengatur
hubungan antar penganut agama yang di dalam hal ini terkait dengan freedom to
act. Mengenai freedom ta act, maka negara memiliki sejumlah kewenangan sebab
negara berhak untuk mengatur relasi antar penganut agama dan antar warga
negara. Agar tidak terjadi kekisruhan di dalam relasi antar umat beragama dan
bahkan antar intern umat beragama, maka pemerintah berhak untuk mengatur
hubungan tersebut.
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama
umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya
bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan,
pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama. Pemerintah mempunyai tugas untuk
memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dlm melaksanakan ajaran
agamanya dapat berlangsung dgn rukun, lancar, dan tertib.
Oleh karena itu, arah kebijakan Pemerintah dalam
pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan
dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan
antar umat beragama. Hal ini senada dengan gagasan Mantan Menteri Agama RI, yang
menggagas tentang trikerukunan umat beragama, yaitu kerukunan antar umat
beragama, kerukunan intern umat beragama dan kerukunan antarumat beragama
dengan pemerintah.
Di dalam acara National Summit yang dilaksanakan
selama dua hari, Kamis –Jum’at, 29-30 Oktober 2009 juga banyak yang
mempertanyakan bagaimana agama dapat dijadikan sebagai spirit dalam membangun
masyarakat Indonesia. Ada tiga fokus pembicaraan tentang relasi agama dan
masyarakat, yaitu agama dalam relasinya dengan kerukunan umat, agama dalam
relevansinya dengan peningkatan kehidupan umat dan agama dalam relevansinya
dengan tantangan pembangunan secara menyeluruh atau menjadikan agama sebagai
spirit pembangunan.
Kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan
bangsa dan negara. Oleh karena itu, maka membangun kerukunan antar umat
beragama merupakan kewajiban seluruh warga negara. Di dalam konteks kerukunan
umat, maka semua warga negara mestilah menjadikan koeksistensi sebagai pedoman
hidup bersama dan kemudian dapat mengajawantah di dalam proeksistensi, yaitu
kebersediaan untuk melakukan kerjasama untuk tujuan menyejahterakan umat
manusia.